Jumat, 26 Desember 2008

Tinjauan Remunerasi Jasa Medik/Pelayanan di RS(U)D

Pendahuluan
Dewasa ini masalah krisis global yang melanda seluruh belahan dunia membuat para pengelola bisnis harus menghitung ulang anggaran belanja dan pendapatan perusahaan atau bisnis yang dikelolanya, mengevaluasi kembali kinerja perusahaannya (karyawan) dan melakukan penyesuaian ataupun perubahan target pencapaian kearah yang lebih relevan. Akibat cukup besarnya krisis yang ada saat ini imbasnya dapat dirasakan juga pada sektor bisnis kesehatan dan rumah sakit (terutama RS. swasta). Dalam menghadapi tekanan tersebut diperlukan penataan ulang mekanisme “ mesin cetak ” keuangan, penataan anggaran belanja kebutuhan dalam upaya penghematan dan penataan kembali mekanisme distribusi hasil jasa produksi, termasuk mekanisme bagihasil (gainsharing) jasa pelayanan yang prosesnya dilakukan melalui Proses Remunerasi.
Sebagai dasar dalam menata proses remunerasi layanan kesehatan (Health Care Services), diperlukan sedikit pengetahuan dasar mengenai sistem dan azas dasar dari usaha “bisnis” rumah sakit. Rumah sakit merupakan suatu unit usaha jasa yang berbeda dari layanan usaha jasa lain, karena selain memberikan jasa layanan sosial di bidang medis (pada masa lampau dikenal sangat lekat dengan nuansa sosial kemasyarakatan ketimbang profit oriented), pengelola rumah sakit harus tetap mampu menjaga kelangsungan bisnis rumah sakit (terutama bagi RS. swasta). Dalam pengelolaan rumah sakit dapat saja terjadi konflik kepentingan berbagai pihak, yang dapat bersumber dari situasi eksternal RS (pengaruh owner, situasi politik, ekonomi & keamanan, kebijakan yang tidak kondusif, dll) ataupun pengaruh keadaan Internal RS sendiri, seperti: 1. Klasifikasi organisasi atau “status” RS masih masih belum jelas, 2. Belum ada Dewan Pengawas (Governing Body) dan aturan dasar RS (Hospital bylaws ), yang berfungsi mengawasi pimpinan rumah sakit dan menjadi acuan bagi pimpinan rumah sakit dalam pengelolaan rumah sakit. 3. Deviasi dari Visi, Misi dan Tujuan Rumah Sakit yang dilakukan secara “ berjama’ah ”, baik secara sengaja maupun tidak sengaja, 4. Ketidak-mampuan atau ketidak- kompetenan (Lack of Skill or Improper) pimpinan RS, manajemen RS atau seluruh unsur RS (?) dalam mengelola “core bisnis” RS.
Berdasarkan orientasi terhadap profitabilitas, organisasi rumah sakit pada umumnya terbagi atas: Organisasi bisnis (profit) dan organisasi non bisnis (non profit). Di Indonesia rumah sakit non bisnis pada hakikatnya terdiri dari dua kelompok yaitu: 1. RS. milik pemerintah dan, 2. RS. bukan milik Pemerintah. Sebagai contoh rumah sakit milik pemerintah adalah RS. vertikal Depkes, RS. milik departemen lain, RS. milik TNI / Polri serta RS. milik pemerintah daerah. Sedangkan contoh RS non bisnis bukan milik pemerintah adalah RS. milik universitas / perguruan tinggi, RS. milik lembaga swadaya masyarakat dan RS. milik organisasi keagamaan dll. Sedangkan organisasi rumah sakit yang berorientasi bisnis murni (profit) biasanya dimiliki oleh swasta (domestik maupun asing) misalnya saja RS. milik konglomerasi, RS. milik swasta asing dan RS. milik pribadi.
Berkaitan dengan berbagai tekanan ekonomi dan keterbatasan anggaran yang disediakan oleh pemerintah dan otorotas RS, maka dewasa ini sulit bagi pengelola RS non bisnis untuk tetap konsisten bertahan pada idealisme awal (murni non profit), sebagai solusi untuk mengatasi keadaan diatas beberapa RS non bisnis merasa perlu untuk membuka sayap bisnis dalam bentuk layanan rawat (Paviliun Khusus Swasta ), layanan rawat sehari (Oneday Care), atau layanan kekhususan lain (Unit Hemodialisis, Pusat Stroke dll).
Seperti telah disebutkan diatas pengaruh krisis global yang berkepanjangan, ditambah dengan masalah sosial, politik dan keamanan (nasional & internasional) telah memicu munculnya inflasi diberbagai sektor riil, yang pada akhirnya akan memaksa pemerintah untuk berhati-hati dalam menghitung anggaran belanja negara termasuk belanja dibidang kesehatan. Respons yang berlebihan untuk tetap mempertahankan idealisme dengan alasan dan tujuan tertentu yang tidak logis serta hanya untuk kepentingan diri, kelompok ataupun golongan (terutama dalam menghadapai Pemilu 2009) tanpa memperhatikan pengaruh faktor eksternal, faktor internal dan confounding faktor lainnya, lama kelamaan dapat menyebabkan rumah sakit tidak dapat berfungsi dengan baik. Demikian pula hasrat yang berlebihan dalam menjawab keadaan diatas (dalam bentuk peningkatan pola tarif yang tidak sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat saat ini), akan dapat menyebabkan rumah sakit kehilangan ruh dan fungsi sosialnya yang selama ini diagungkan disamping dapat berpotensi menyengsarakan masyarakat.
Berkaitan dengan kualitas dan fasilitas, beberapa rumah sakit pemerintah maupun swasta yang ada saat ini memiliki kualitas layanan kesehatan yang sangat memprihatinkan dan fasilitas yang menyedihkan. Hal ini antara lain disebabkan adanya keterbatasan sumber daya (sumber daya finansial & non finansial). Tuntutan masyarakat terhadap peningkatan mutu jasa layanan rumah sakit (Hospital / Medical Services) membutuhkan dana investasi yang tidak sedikit. Peningkatan tuntutan terhadap kualitas jasa layanan rumah sakit harus diikuti pula dengan peningkatan profesionalitas pengelolannya dan pengelolaanya serta selalu dibarengi dengan niat tulus dan jujur tanpa ada keinginan untuk mendapatkan keuntungan baik secara pribadi, golongan maupun kelompok.

Remunerasi Jasa medis dan gaji upah
Dalam membahas remunerasi jasa medis dan gaji upah, perlu dipahami makna dan tujuan dari remunerasi pada umumnya.
Tujuan dari Remunerasi adalah: 1. Memperoleh SDM yang qualified, 2. Mempertahankan karyawan yang baik dan berprestasi serta mencegah turnover karyawan, 3. Mendapatkan keunggulan kompetitif, 4. Memotivasi karyawan untuk memperoleh perilaku yang diinginkan, 5. Menjamin keadilan antara satu karyawan dengan yang lainnya berdasarkan kinerja dan prestasi kerja, 6. Mengendalikan biaya, 7. Sebagai sarana untuk mencapai sasaran strategis RS, dan 8. Memenuhi peraturan Pemerintah.
Pemahaman definisi remunerasi jasa medis pada dasarnya adalah : Besaran nilai jumlah uang yang harus diterima oleh tenaga medis sebagai kompensasi atas kinerja yang telah dilakukan, berkaitan dengan risiko dan tanggung jawab profesi dari pekerjaannya. Sedangkan gaji upah tenaga medis adalah nilai total yang harus diterima oleh tenaga medis dari nilai kompensasi ditambah dengan besaran keuntungan lain (tangible & intangible). Penjelasan dari definisi diatas, remunerasi terdiri dari: Kompensasi (komisi, keuntungan langsung) dan insentif (bonus, bagihasil) atas kinerja atau aktifitas tugas yang telah dilakukan. Sedangkan upah mencakup pendapatan dari besaran kompensasi dan insentif ditambah dengan besaran keuntungan tak langsung yang didapat dari pengembangan atau aktifitas organisasi / institusi.
Menurut Flippo EB, (1961). Remunerasi sesungguhnya adalah ”Harga untuk jasa-jasa yang telah diberikan seseorang kepada orang lain”. Dengan kata lain remunerasi jasa medis merupakan bentuk kompensasi atas jasa (jasa medis) yang telah diberikan / dilakukan tenaga medis pada pasiennya, dan untuk memudahkan dalam pendistribusian maka remunerasi dikonkritkan dalam bentuk nominal.
Jasa medis yang dilakukan oleh tenaga medis pada hakikatnya berkaitan dengan layanan medis dokter terhadap pasiennya didalam rumah sakit, layanan tersebut dapat dilakukan dengan dukungan unit-unit penunjang lain baik unit penunjang langsung (rekam medik, radiologi, laboratorium, fisioterapi, gizi, dll) maupun unit penunjang tidak langsung (unit manajemen, marketing, sekuriti, perparkiran, kebersihan dll). Dari penjelasan diatas mudah dipahami bahwa layanan RS (Hospital Services) merupakan hasil dari satu kerjasama berbagai unit / layanan bersama, dengan berbagai proporsi,kerja, risiko dan tanggung jawab. Beberapa unit penunjang langsung juga merupakan sumber pendapatan RS, oleh karenanya bentuk jasa layanan yang dilakukan tadi disebut sebagai Jasa Pelayanan Rumah Sakit. Pada klinik dan RS yang cukup kecil dengan layanan terbatas, biasanya jasa medis congcruent dengan jasa pelayanan.
Terdapat berbagai cara dalam melakukan perhitungan untuk mendapatkan besaran nilai remunerasi jasa pelayanan, berikut dibawah ini adalah pedoman yang dapat digunakan dalam melakukan proses remunerasi:
1. Amanat Undang-undang No. 43 tahun 1999 tentang Kepegawaian bahwa sistem penggajian Pegawai Negeri adalah berdasarkan merit yang disebutkan dlm psl. 7
• ayat 1 : Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya
• ayat 2 : Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.
2. Remunerasi harus dapat memacu pegawai untuk menggunakan dan memanfaatkan waktunya lebih banyak di rumah sakit dalam upaya melaksanakan optimalisasi pekerjaannya.
3. Remunerasi harus memenuhi prinsip equity yang dikaitkan dikaitkan dengan kompetensi, prestasi dan besaran risiko yang dihadapi.
4. Menggunakan pendekatan yang menitik-beratkan pada kombinasi Sistem Penilaian berdasar pada kemampuan pencapaian hasil / penyelesaikan tugas dan Penilaian berdasar pada keterampilan pelaksanaan tugas (Performance Based Pay Sistem and Skill Based Pay System).


Remunerasi Tenaga Paramedis
Tugas pelayanan kesehatan (Health Care) paramedis dalam melakukan asuhan keperawatan akan menyebabkan dirinya berada pada posisi paling depan yang juga berisiko tinggi. Keberhasilan pada tiap asuhan medis akan sangat bergantung pada keberhasilan asuhan keperawatan, sulit sekali atau bahkan hampir tidak pernah ada asuhan medis di rumah sakit yang dilakukan tanpa dukungan asuhan keperawatan. Oleh karena itu secara umum remunerasi tenaga paramedis akan selalu mengikuti (congruence) remunerasi tenaga medis dengan prosentase tertentu yang disepakati melalui pertimbangan besaran risiko, kesulitan kerja dan jenjang pendidikan.

Remunerasi untuk Dewan Pengawas, Direktur dan Staf Manajemen
Keberhasilan dalam mencapai Visi, Misi dan Tujuan Rumah sakit selalu dan selalu saja berkaitan dengan komitmen penuh dari 4 unsur utama rumah sakit dibawah ini yaitu :
1. Dewan Pengawas (Owner / Governing body )
2. Direktur & Staff manajemen
3. Staf medik fungsional & paramedik
4. Karyawan ( tenaga) pendukung lain
Upaya yang patut dilakukan oleh keempat unsur diatas adalah kemampuan membangun rasa saling percaya (trust develop) dengan selalu bersandarkan pada :
1. Kejujuran yang utuh dalam tiap aspek pengelolaan rumah sakit,
2. Upaya untuk saling mengenal dan mengutamakan hubungan interpersonal,
3. Memiliki ataupun membangun Visi, Misi dan Tujuan RS yang jelas, dan selalu berupaya menyamakan persepsi berkaitan dengan Visi, Misi dan Tujuan RS, yang dijabarkan secara berjenjang berdasarkan tugas pokok dan fungsi masing-masing,
4. Selalu mengutamakan pemberdayaan karyawan.

Pada umumnya perseroan di Indonesia menganut sistem dual board (dua dewan), yaitu adanya direksi yang mengelola perusahaan sehari-hari, dan memiliki dewan komisaris yang melakukan pengawasan serta memberikan nasehat kepada direksi. Dewasa ini didalam struktur RSUD istilah Dewan Komisaris lebih dikenal dengan Dewan Pengawas (Governing Body). Pembahasan mengenai sistem penggajian Direksi dan Dewan Pengawas, tentu tidak terlepas dari ruang lingkup pekerjaan, tanggung jawab, kompetensi, dan komitmen waktu dari masing-masing Direktsi dan Dewan Pengawas. Di samping itu perlu juga diperhatikan, kesesuaian dengan hakikat pemisahan kepengurusan perusahaan menjadi dual board, agar mekanisme check and balance dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien melalui berbagai peraturan dasar yang dibuat oleh dewan pengawas, disebut sebagai Hospital bylaws dan berfungsi sebagai acuan bagi Direktur dalam melakukan penatalaksanaan RS .
Dengan asumsi bahwa RS(U)D. Kabupaten / Kota sedang mengupayakan perubahan status yang nantinya akan menjadi BLUD, maka selayaknya proses remunerasi yang akan dilakukan merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.02/2006, Tentang Pedoman Penetapan Remunerasi bagi Pejabat pengelola, Dewan Pengawas dan Pegawai Badan Layanan Umum , yaitu sbb:
Honorarium Dewan Pengawas ditetapkan sebagai berikut:
1. Honorarium Ketua Dewan Pengawas sebesar 40% (empat puluh persen) dari gaji Pemimpin BLU.
2. Honorarium anggota Dewan Pengawas sebesar 36% (tiga puluh enam persen) dari gaji Pemimpin BLU.
3. Honorarium Sekretaris Dewan Pengawas sebesar 15% (lima belas persen) dari gaji Pemimpin BLU.
Besaran remunerasi Direktur ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Proporsionalitas, yaitu pertimbangan atas ukuran (size) dan jumlah aset yang dikelola RS serta tingkat pelayanan.
2. Kesetaraan, yaitu dengan memperhatikan industri pelayanan sejenis.
3. Kepatutan, yaitu menyesuaikan kemampuan pendapatan RS yang bersangkutan
4. Kinerja operasional RS yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan, berkesuaian dengan type RS yang sekurang-kurangnya mempertimbangkan indikator keuangan, pelayanan, mutu dan manfaat bagi masyarakat.
Sedangkan remunerasi bagi pejabat keuangan dan pejabat teknis ditetapkan sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari direktur.

Remunerasi tenaga lain
Disebabkan jasa pelayanan congruent dengan pelayanan aktif kepada masyarakat maka remunerasi tenaga lain dilakukan pertama-tama dengan selalu mempertimbangkan kaitan tenaga tersebut dengan fungsi pelayanan, makin erat fungsi pelayanan (hospital services) yang dilakukan seseorang maka makin besar bobot yang diberikan kepadanya, makin kurang kaitannya (fungsi) seseorang dengan pelayanan maka makin berkurang pembobotannya.
Pembobotan berikutnya adalah dengan perhatian terhadap jabatan, jenis ketenagaan (dalam fungsi yang sama tenaga PNS bobotnya lebih besar dibanding non PNS). Selanjutnya jenjang pendidikan, lama kerja dan prestasi kerja..

Penutup
Pada akhirnya bagaimanapun metode dan cara yang ditempuh itu bukanlah masalah, selama itu dilakukan dengan selalu berlandaskan pada “ 8 Tujuan Proses Remunerasi ”, yang terpenting pada akhir proses akan tercapai hasil yang berkesesuaian dan menjiwai semangat dari tujuan remunerasi itu sendiri.
Salah satu kriteria yang menunjukkan bahwa tujuan remunerasi yang dilakukan telah tercapai adalah, bila hasil rumusan tersebut diaplikasikan dalam perhitungan jasa pelayanan akan menghasilkan personifikasi seperti dibawah ini :

Gambar 1/2/3



Billahittaufik wal hidayah, Wasaalamualaikum Wr.Wb



9 komentar:

  1. bagus sekali nih....kan sekarang rumah sakit pada rame-rame jadi BLU....coba dong sekalian kasih contoh-contoh rumusan remunerasi yang konkret...makasih

    BalasHapus
  2. Tulisan yang menarik..

    Buat rekan-rekan, saya punya contoh real software Rumah Sakit (SIMRS) yang lengkap dan powerfull,
    dan sangat membantu administrasi RS, khususnya proses billing rawat inap sekali klik,
    tagihan piutang asuransi (dan corporate) secara otomatis, juga perhit Honor Dokter/Jasa medis.
    Pokoknya lengkap dan gamblang.

    Silahkan download : klik disini

    Semoga bisa jadi masukan berarti.

    BalasHapus
  3. Tenaga Medis adalah dokter,di luar dokter bukan tenaga medis..sehingga jasa medis adalah jasanya dokter..hal ini harus dibedakan dengan jasa pelayanan...jadi apabila salah satu sumber dana untuk remunerasi adalah jasa medik dokter ini merupakan pelanggaran Undang-Undang..dimana dalam UU No 29/2004 tentang Praktek Kedokteran psl 50 (d) dimana disebutkan Dr/Drg berhak mendapatkan imbalan jasa..karena terjadi pengambilan hak orang(dokter) yang dilindungi UU..di Republik ini peraturan perundangan yg di bawah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yg di atasnya..UU levelnya setingkat di bawah UUD...terima kasih untuk bahasan tentang remunerasi RS..mohon komentarnya

    BalasHapus
  4. apa2 saja yang dinilai dalam sistem remunerasi pak?yg sa maksud poin2 khusus dalam pemberian bagi hasil.

    BalasHapus
  5. System Remunerasi setahu saya itu Kinerja berbanding lurus dengan pendapatan..artinya "ada kerja ada uang" coba kita balik menjadi " tidak ada uang berarti tidak ada kerja" hal ini sangat mungkin terjadi bila bag keuangan tidak sigap.
    kedua system ini memang sangat memberatkan pada RS-RS daerah yg kunjungan pasiennya tidak banyak atau hanya sebagaian dokter/perawat yg kebanjiran pasien dan sebagian lainnya kekurangan pasien..tentu saja jasa medik yg diterimanya "tidak banyak"..berbeda dengan RS rujukan atau RS di kota2 besar dimana kunjungan pasien sangat stabil. hal ini tentu saja membutuhkan pemikiran lebih lanjut, jangan sampai dokter spesialis tidak betah tinggal di daerah hanya karena alasan ekonomi..terimkasih

    BalasHapus
  6. Saya sedikit menambahkan barangkali bermanfaat:

    Di bawah ini, beberapa panduan atau simulasi yang dapat digunakan untuk menghitung remunerasi bagi perawat. Masing masing kategori menggunakan nilai/poin/indek, untuk membedakan dari masing masing kategori itu :

    1. Golongan dan Kepangkatan. Dikategorikan dengan Gol 2a, 2b, 2c dst sampai 4d. Masing masing golongan memiliki nilai sendiri sendiri, misalnya : 2a = 7 index, 2b = 8 indek, 2c = 9 indek dst. Bagi rumah sakit swasta yang tidak memiliki golongan kepangkatan, bisa diasosiasikan dengan golongan yang berlaku di rumah sakit tersebut.

    2. Masa Kerja. Masa kerja bisa dihitung dari 0-3 bulan, 3-1 tahun, 1-2 tahun, 2-3 tahun dst. Masing masing juga dengan indek berbeda. Misal 0-3 bulan = 0,0 indek, 3-1 tahun = 0,5 indek, 1-2 tahun = 1 indek, 2-3 tahun = 1,5 indek dst.

    3. Volume Kerja. Volume kerja dihitung berdasar absensi harian. Misal selama satu bulan cuti 12 hari = 4 indek, cuti 8 hari = 5 indek, cuti 4 hari = 6 indek, tidak cuti = 6 indek.

    4. Pendidikan. Pendidikan dikategorikan dari SPK, D1, D3, D4, S1, S1 Profesi, S2 Profesi dst. Misal : SPK = 1 indek, D1 = 1,5 indek, D3 = 2,5 indek, D4 = 3 indek, S1 = 5 indek, S1 Profesi 6 indek dst.

    5. Volume Tanggung Jawab. Volume Tanggung jawab bisa dikategorikan menjadi Supervisor, Kepala Ruang, PN/Ka Team, Perawat Pelaksana, Perawat pelaksana VIP, Perawat Pelaksana Unit Khusus (ICU, IGD) dll. Masing masing juga sama dengan indek yang berbeda.

    6. Tunjangan Jabatan. Tunjangan Jabatan bisa dikategorikan dari Supervisor, Kepala Ruang, Wakil Kepala Ruang, PN/Ketau Team.

    7. Tunjangan Fungsional. Tunjangan Fungsional dapat dikategorikan menjadi perawat shift, perawat non shift dan perawat administrasi.

    Dengan pedoman ini, masing masing tenaga medis/paramedis dilihat dan dihitung jumlah indek yang dimiliki, kemudian dikalikan dengan harga indek pada bulan itu.

    Sebagai contoh : Perawat Nurul, seorang Kepala Ruang ICU dengan masa kerja 10 tahun, Gol 3A, Pendidikan S1. Maka bisa dihitung jumlah indeknya. Bila jumlah indeknya 40, dan harga indek pada bulan itu adalah Rp.75.000,- maka jasa pelayanan yang diterima oleh perawat Nurul adalah 40 x Rp.75.000 = Rp. 3.000.000,-. Inipun masih ditambah dengan Indek langsung, yang didapat dari kinerja ruang yang ditempati perawat Nurul.

    BalasHapus
  7. Maaf beribu maaf, komentar yang sudah dibuat oleh Bapa dan sejawat tersebut diatas tidak dapat saya jawab, karena saya tidak bisa masuk lagi kedalam blog saya. Tetapi nanti akan saya jawab secara khusus bila komentar tersebut dikirim ke alama email saya : haripurnamakertadikara@yahoo.com. Terima kasih

    BalasHapus
  8. Dalam remunerasi blud rumah sakit, apakah gaji seorang KTU harus lebih besar dari seorang dokter?

    BalasHapus
  9. saya mau sering aja sih RS kami sudah Blud namun pembayaran tunjangan kinerjanya belum maksimal masih menggunakan jasa pelayanan atau disebut dengan jasa medis, ada tuntutan karyawan bahwa harus dapat juga Tpp atau tunjangan p[enghasilan pegawai ( Tukin) apakah tunujutan untuk mendapatkan kedua-duanya mohon penjelasan.....?

    BalasHapus